Sabtu, 18 Juni 2016

Coretan (Tugas Akhir BI)

Angin menerpa wajah seorang remaja laki-laki (wkwk remaja :v) yang sedang duduk melamun menunggu ide-ide yang tak kunjung datang. Terkadang ide-ide mulai terkumpul kayak orang-orang ngantri sembako, eh tiba-tiba ngilang entah kemana gara-gara ada cewek cantik lewat. Remaja tersebut harus mulai berpikir kembali dan mencari ide-ide keren lainnya (entah keren yang emang keren atau mungkin keren karena aneh dan gila). Hal itu dilakukannya selama jam pelajaran berlangsung sampai jam pelajaran selesai. Dia terus berpikir sampai kepala udah kayak obat nyamuk, keluar asepnya. Saat di rumahpun dia terus berpikir, dan nggak tau waktu. Mau pas makan, mandi, ber*ak, tidur, dia selalu berpikir. Sebenarnya apasih yang dia pikirkan? Ternyata dia berpikir tentang gedung/rumah yang akan dia pakai untuk objek menggambar.

Ya, remaja aneh ini bernama Rampam, umur 17 tahun, laki-laki, single (ingat!! bukan jomblo), status pelajar SMA, hobi makan. Sebetulnya, Rampam punya banyak sekali hobi, contohnya: minum, tidur, main game, gangguin orang, dan masih banyak lagi. Tetapi, yang sedang menjadi kesukaannya sekarang adalah menggambar atau yang biasa dia sebut corat-coret. Dia mulai menekuni dan melatih kamampuannya dalam menggambar dikarenakan dorongan semangat yang datang setelah melihat hasil gambaran kakaknya (sifat nggak mau kalahnya keluar). Yaa, tadi sekilas info tentang Rampam.

Rampam menginginkan objek yang akan dia buat coretan-nya itu gedung/rumah yang apabila digambar mempunyai sisi keindahan dan kerumitan tingkat sedang. Lalu  saat di sekolah. dia mulai bertanya kepada salah satu temannya, sebut saja Asir.

“Eh Sir, lu tau gedung/rumah yang keren deket-deket sini, nggak?” tanya Rampam.

“Keren yang gimana??” Asir balik tanya.

“Ya yang apalah, jadul kek, reyot kek, mewah kek, apa ajalah.” jawab Rampam.

“Emm.............” Asir berpikir sambil bergumam.

“........(krikkrikkrik)..........” Rampam menunggu jawaban Asir.
Setelah menunggu sampai lumut-an, akhirnya Asir menjawab.

“Aku nggak taui Pam hehe.” jawab dengan santainya. Rampam terdiam sejenak.

“....(Gile lu tong, ane udah nunggu lama, jawabannya nggak tau)....” batin Rampam “Ohyaudah deh makasih.”

Setelah bertanya kepada temannya, walaupun temennya juga nggak tau, Rampam mulai ingat kalau ada gedung yang lumayan bagus dan nggak terlalu sulit untuk digambar di daerah Pupuhun. Lalu saat perjalanan pulang ke rumah, dia menyempatkan untuk melihat gedung yang akan dia gambar. Setelah melihat-lihat dari segi keindahan dan tingkat kerumitannya, lalu dipastikan bahwa gedung tersebut akan ia gambar.

Di rumah, Rampam mulai berpikir ke tahap selanjutnya (dari mencari objek ke membuat rencana kapan menggambarnya dan barang apa yang harus dipersiapkan). Setelah dipikir masak-masak sampai gosong, maka ditetapkan hari dan perlengkapan yang dibutuhkan.

Hari sabtu dipilih karena merupakan hari terakhir sekolah dalam seminggu dan merupakan hari di mana waktu untuk bermain menjadi lebih banyak (maklum orang single punya lebih banyak waktu luang). Sedangkan perlengkapan yang dibutuhkan antaralain: kertas hvs, tatakan gambar, penghapus, dan pensil 2H (biar lebih ngirit).

Pada hari Sabtu, jam pelajaran Bahasa Indonesia terasa lebih lama dari biasanya. Hal ini mungkin karena Rampam ingin segera menjalankan rencananya dan mungkin juga ditambah dengan rasa bosennya sama mata pelajaran tersebut. Ya, memang dia kurang menyukai mata pelajaran Bahasa Indonesia (bukan pada bahasanya tapi materi yang dibahas) yang saat itu sedang membahas materi puisi. Waahhh apalagi ini. Dia paling males kalau ada tugas membuat puisi. Pernah suatu ketika dia ada tugas membuat puisi. Udah dasarnya nggak terlalu suka, jadi kalau disuruh buat ya isitilahnya dia harus bertapa semalam suntuk hanya untuk menunggu datangnya mood membuat teks puisi. Wkwk :v emang bener-bener aneh ni orang.

Setelah pura-pura mendengarkan pelajaran yang disampaikan guru, jam pelajaranpun usai. Dia bergegas menuju tempat di mana dia memarkirkan motornya, lalu langsung tancap gas (gas pol rem nol vroh :v).

Jam 2 siang, Rampam sampai di lokasi. Cuaca pada siang itu tidak begitu mendukung karena mendung dan awan menutupi sinar matahari yang seharusnya menjadi sumber cahaya untuk menerangi objek. Walaupun cuaca, tidak mendukung, dia tetap menjalankan rencananya. Perlengkapan disiapkan mulai dari tatakan, kertas hvs, pensil, dan penhapus. Dengan duduk di atas motor, dia mencoba memposisikan tubuhnya senyaman mungkin. Mulai dari posisi bersila sampai posisi tiarap dia coba. Tetapi posisi yang paling nyaman bagi Rampam adalah posisi duduk seperti biasa kalau naik motor.

Rampam mulai menggambar bagian pagar, karena bagian paling depan. 10 menit berlalu, tetapi satu bagian pagarpun belum terbentuk. Dia terlalu merasa tegang, dan merasa gambarannya harus perfect seperti apa yang dia pikirkan. Rampam mulai kesal dan mulai menyerah untuk melanjutkan gambarannya. Dia mulai sadar bahwa sebenarnya dia tidak mempunyai bakat dalam menggambar. Tidak seperti yang sebelumnya ia pikirkan, kalau ayah dan kakaknya memiliki bakat dalam menggambar maka ia juga pasti memilikinya.

Terbersit dipikirannya untuk berhenti melanjutkan gambarannya lalu pulang, tetapi entah dari mana datangnya, semangat untuk melanjutkan menggambar kembali (uwaa iiki, ngeyel :v). Lalu dia melanjutkan gambarannya, tetapi kali ini dia tidak terlalu berusaha untuk mendapatkan hasil yang sempurna dan dia merasa lebih rileks.

Ternyata benar, dengan lebih rileks dan tidak terlalu berharap hasil yang sempurna, dia dapat menggambar dengan lebih lancar tanpa takut kalau hasilnya nanti bakal jelek. Di tengah-tengah menggambar, dia menyadari kesalahan apa yang dilakukan sebelumnya hingga gambarannya tidak memuaskan. Dia tidak menggambar apa yang dia lihat, tetapi malah menggambar apa yang dia ketahui.

Pada jam 3, Rampam berhenti menggambar karena memang rencana awal hanya akan menggambar selama 1 jam. Dia sudah cukup puas dengan hasil gambarannya yang dinilai tidak terlalu buruk untuk pemula. Dia yakin apabila dia lebih sering menggambar, dia akan lebih bisa menghasilkan gambar yang lebih memuaskan.

Sejak itu, Rampam memiliki pedoman “Gambarlah apa yang kamu
lihat, bukan apa yang kamu ketahui” serta “Gambar yang bagus tidak selalu dibuat oleh orang yang berbakat, tetapi juga oleh orang yang tekun dan selalu berusaha meningkatkan kemampuannya.”